shodiqah.com

Metode Syekh Musthafa Untuk Memutqinkan Fiqh Syafii

Syekh Mustafa adalah guru yang baru aku kenal satu tahun belakangan, guru yang mempunyai suara lantang, dan kegigihan dalam membimbing kami para muridnya. Belajar bersama beliau suatu hal yang sangat aku syukuri.

Keahliannya dibidang fiqih tidak diragukan lagi, mengajar tampa kitab sudah bioasa bagi beliau, maklumat-maklumat kitab Muntahi sudah melekat di hati dan fikirannya.

Sekarang beliau lagi di Indonesia, Di Ponpes Buya Yahya. Beliau di Indonesia untuk waktu yang lama, mungkin Lima tahun bahkan lebih.

Metode Syekh Musthafa Dalam Memahami Dan Memutqinkan Fiqih Mazhab Syafii

1. Mula-mula bacalah satu kitab, kitab sederhana yaitu kitab "Durusun sahlah wa muharrarah filfiqhi 'ala mazhab asy-syafii" ; 'ibarohnya mudah namun menghimpun fiqh madzhab Syafii, . Baca secara cermat tanpa tergesa-gesa dalam kurun waktu tidak lebih dari 70 hari. 

2. Berikutnya cobalah dengarkan dars syekh Musthafa, Syarah yaqut nafis serta dihafal matannya. Karena kitab yaqut nafis ini mencakup hal-hal yang tidak kita temui dalam kitab-kitab dasar lainnya. Syekh Musthafa sendiri menjadikan yaqut nafis sebagai titik batu loncatan untuk masuk menyelami 'ibaroh kitab Minhaj at-thalibin dan lainnya. 

3. Pelajari dan baca kitab Mu'nis al-jalis milik beliau dengan cermat dan baik setelah mendengarkan rekaman atau video dars yaqut nafis beliau. 

4. Setelah semua rangkaian itu, cobalah muthala'ah Hasyiah al-Bajuri 'ala Ibni Qasim. Dalam tahap ini, cukup dua pertiga dari Hasyiah bajuri yang kamu pahami. 

5. Muthala'ahlah hasyiah 'Ianah at-thalibin dan perhatikan dengan seksama hawasilnya (ibarat beliau dalam hasyiah tersebut : والحاصل كذا... wal-hasil kadza, kesimpulannya begini..), Karena kunci memahami 'Ianah itu terletak pada hawasilnya. 

6. Muthala'ahlah Hasyiah asy-Syarqawi 'ala tuhfah ath-tullab. 

7. Setelah rangkaian metode diatas dilaksanakan, maka ikuti Syarh Minhaj at-thalibin beliau sendiri. Inilah fase sebenarnya untuk tafaqquh madzhab. Sedangkan fase sebelum ini hanyalah persiapan dan pengantar saja. 

Sehingga syarh minhaj apapun yang digunakan dalam fase ini telah cukup dan memadai, namun dengan syarat kita musti menghafal taqrirat, keterangan-keterangan syekh yang disampaikan ketika dars tersebut. 

8. Terakhir, silahkan dengarkan Syarh Kanzu ar-raghibin (mahally) syekh sendiri. Alhamdulillah bi fadhlillah Syekh telah mengumpulkan penjelasan berbagai Syarh Minhaj muthawwalah dan lainnya dalam Syarh beliau ini. 

guru mulia yang mengajarkan fiqih syafii

Nasihat khataman Kitab Yaqut Nafish
(Muzakarah - Catatan - Hafalan)

التدريس ليس ملكة تولد بها

"Kemampuan mengajar bukan suatu bakat bawaan semenjak lahir"


Jangan dikira mengarang, membuat syarh, hasyiah dll adalah bakat bawaan semenjak lahir. Semuanya dilalui oleh proses belajar. Semenjak saya mulai belajar ketika itu pula saya mulai 'mengarang'. Ini adalah nasihat guruku, yaitu memulai mengarang semenjak pertama belajar. Jadi mengarang itu saya anggap sebagai buku catatan. Maksudnya, ketika saya ingin membuat buku catatan untuk sebuah dars maka saya mengarang sebuah buku.

Seiring waktu, pengetahuan kita berkembang dan maklumat bertambah. Kita melihat beberapa catatan kita yang musti dikodifikasi dan diperbaiki. Karena setiap hari kita belajar, kita akan mengoreksi catatan tadi dengan sendirinya. Ini adalah metode mengarang yang mudah tanpa menghabiskan dan mengkhususkan waktu. Cukup dengan membuat catatan terhadap pelajaran harian kita.

Begitu juga, kalian jangan merasa minder dan kalah sebelum mencoba. Jangan pernah katakan "Kitab Yaqut Nafis itu kan sudah banyak syarahnya atau syarh matan Aby Syuja bahkan mencapai ratusan kitab, jadi ndak perlu di syarh lagi".
Ini asumsi keliru, karena perkara qobul (diterima) atau tidak qobulnya itu urusan Allah dan beliau menerima segala amalan kita.

Umpamanya syarh Ibnu Qasim (Fathul Qarib) terhadap Aby Syuja. Menurut pandanganku syarh beliau agak lemah, seandainya kita bandingkan dengan Nihayah Syarh matan Ghayah Wa at-Taqrib karangan Waliuddin al-Basir, syarh beliau ini lebih detail dan dalam dibandingkan syarh Ibnu Qasim. Namun Allah tulis qobul terhadap syarh Ibnu Qasim dikalangan orang-orang, sehingga para ulamapun menulis banyak hasyiyah dan catatan terhadapnya.

Lihatlah imam Nawawi. Imam Isnawi menceritakan tentang sosok sang imam, beliau mengatakan :

إن النووي رحمه الله مذكرته التأليف

"Imam Nawawi itu, buku catatannya adalah karangannya"


Ketika beliau belajar Syarhul Kabir imam Rafii, beliau membuat sebuah catatan untuk dars ini, catatan inilah yang menjadi umdah para ulama syafi'iyah setelah beliau, itulah kitab Raudhatu at-Thalibin. Mulanya beliau hanya membuat catatan untuk manfaat belajar pribadi, namun kemudian menjadi bermanfaat dan qobul oleh orang-orang setelah beliau.

Begitu juga syarh muhazzab beliau dan kitabnya yang lain, mulanya hanya catatan pribadi bukan untuk orang lain. Makanya tidak heran karangan beliau begitu banyak.

Lihatlah syekh Umar al-Qarahdagi. Orang yang sangat tekun, ulet dan memiliki syarh setiap kitab pembelajaran yang ada di negerinya. Dengan metode yang hampir sama dengan para aimmah. Setelah selesai dari majelis2 masyaikh, beliau mentelaah kitab ini, merujuk kitab ini, lalu menuliskan syarh atau hasyiah untuk catatan pribadinya. Sampai-sampai beliau memiliki syarh kitab dalam 17 fann ilmu, setiap fann terdiri dari 2 atau 3 kitab. Seperti syarh Jam'ul Jawami, hasyiyah Mukhtasar al-Ma'ani, hasyiah Lubbul Ushul, hasyiah Tuhfatul Muhtaj dll.

Pernah ada 3 orang masyaikh yang membaca Tuhfatul Muhtaj kepada beliau. Mereka mempersiapkan dan memuthala'ah pelajaran sematang mungkin sebelum mendatangi beliau, karena Syekh Umar Qarahdaqi terkenal jenius, bicara sangat cepat, kalimatnya ringkas namun serat dengan makna. Seandainya mereka lalai sedikit saja, maka akan kehilangan faidah2 penting, kaid2 yang sangat membantu dan menjadi kunci untuk memahami ibaroh kitab. Ketika mengajar Tuhfah beliau mengajar dengan hasyiyahnya sendiri dan Syekh hafal hasyiyahnya tersebut.

Seperti biasanya sebelum menghadiri dars Syekh Qarahdaqi, tiga orang syekh ini mentahdir kitab terlebih dahulu, lalu mereka menemukan suatu pembahasan yang pelik dan sangat sulit dipahami, ibarohnya seolah-olah seperti sesuatu yang asing dan tidak bisa mereka ungkap maksudnya. Mereka berusaha memuthala'ah, merujuk ke berbagi kitab, sampai sampai selama satu minggu mereka tidak mendatangi syekh karena belum mengetahui maksud dari ibaroh tersebut.

Ketika salah satu dari mereka telah memahaminya dan menjelaskan kepada dua sahabatnya, bahwa untuk memahami maksud dari ibaroh dan masalah ini kita perlu merujuk ke mukadimah pada bab wasiat, hal itu tidak ditulis oleh Imam Ibu Hajar pada bab ini.

Dengan bangga dan senang hati mereka mendatangi syekh dan mengira syekh akan berhenti dan tidak menjelaskan poin yang mereka anggap sulit tadi. Namun apa yang terjadi, ketika syekh memulai dars tanpa berfikir panjang beliau lantas terlebih dahulu membaca mukadimah awal bab wasiat kemudian langsung menjelaskan ibarah kitab dengan ringan, ringkas, padat dan jelas. 

Semua terkagum-kagum dengan kedalaman pemahaman dan ijaznya kalimat syekh. Lantas mereka mempertanyakan hal itu kepada Syekh, beliau menjawab : "Semenjak 20 tahun silam permasalahan ini telah saya muthala'ah dan teliti secara mendalam" sehingganya tidak terlupa sedikitpun. 

Setelah bercerita dengan panjang lebar, Guru mulia Syekh Musthafa memandangi wajah kami satu persatu lantas mengatakan "Cerita semua ini juga berlaku untuk antum sekalian, kita telah mengkhatamkan kitab pada hari ini, maka ;

ليست العبرة بمن ختم ولكن العبرة بمن ضبط

 "Yang terpenting itu bukan siapa yang telah khatam, tapi siapa yang dhabit" 

Maka jagalah oleh kalian beberapa nasihat tadi : memuzakarah pelajaran yang telah didapat, menghafal matan, jika memungkinkan dan terkahir membuat catatan untuk pelajaran yang antum pahami.

Sumber: Ustad Afriul Zikri

Posting Komentar

Hai... Terima kasih sudah berkunjung. Semoga tulisan saya bisa bermanfaat untuk Para Asdiqo'.
Shodiqah tunggu komentarnya ya, tetapi jangan tinggalkan link hidup di dalam komentar.